Minggu, 27 Desember 2009

Rangkuman BAB 11,12 dan 13

BAB 11
Pembangunan Daerah

A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah suatu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 20 tahun ke depan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan daerah.

B. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Maksud penyusunan RPJP Daerah adalah :
1. Agar tersedia dokumen perencanaan yang menjadi landasan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk setiap jangka waktu lima tahunan;
2 Agar tersedia arah pembangunan jangka panjang daerah yang dapat menjadi pedoman dan acuan bagi seluruh komponen daerah (Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, Perguruan Tinggi dan lain-lain) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah dengan visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Tujuan penyusunan RPJP Daerah adalah :
1. Mengidentifikasi, menganalisis dan memprediksi kondisi umum daerah, baik berupa sumberdaya alam, ekonomi, SDM, sarana-prasarana, maupun sosial budaya dan pemerintahan;
2. Merumuskan visi, misi dan arah pembangunan dalam jangka panjang 20 tahun ke depan dan;
3. Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, toleran, transparan, partisipatif, akuntabel, berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat daerah yang beradab, berakhlak mulia, mandiri, bebas, maju dan sejahtera dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

C. Paradigma Baru Teori Pembangunan Daerah
Jika daerah tertinggal dikaitkan dengan daerah pedesaan maka jumlah penduduk di suatu pedesaan mendekati jumlah 60% di Indonesia. Jika jumlah 60% itu dijadikan alasan, maka program pembangunan daerah tertinggal pantas menjadi perhatian yang besar dari keseluruhan program pembangunan nasional. Sayangnya, orientasi pembangunan ekonomi Indonesia masih bertahan kepada paradigma trickel down effect yang menyebutkan kesejahteraan rakyat banyak terjadi karena tetesan pendapatan dari golongan pengusaha yang jumlahnya tidak lebih dari 5% dari jumlah penduduk kita. Namun, kenyataan malah menunjukkan bahwa para pengusaha memang terus menumpuk kekayaannya, tetapi ternyata kekayaan yang telah menumpuk tidak menetes kepada rakyat banyak secara adil. Dibandingkan dengan negeri jiran Malaysia, melalui dasar-dasar kebijakan ekonomi barunya, Malaysia telah mencoba memberikan kesempatan kepada para pengusaha kecil dan menengah untuk dapat meningkatkan usahanya dengan berbagai regulasi yang adil supaya kekayaan tidak hanya dimiliki oleh pengusaha besar. Sementara untuk rakyat yang tinggal di daerah pedesaan, pemerintah telah memberikan perhatian secara lebih besar melalui program pembangunan daerah pedesaan dengan satu kementerian yang dinamakan Kementerian Luar Bandar.
Sesuai dengan kekhususannya masing-masing, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus di Indonesia dapat disamakan dengan Kementerian Luar Bandar di Malaysia. Meski perhatian pemerintah pemerintah terhadap nasib warga masyarakat di daerah tertinggal dan khusus masih belum terlihat all out dilakukan oleh pemerintah, namun keberadaan Kementerian Negara Pembangunan Daaerah Tertinggal dan Khusus ini minimal dapat menjadi suara atau corong kepentingan rakyat kecil di daerah tertinggal dan daerah khusus. Lebih baik lambat daripada tidak sama sekali.
Untuk mengubah, atau minimal mendamping paradigma pembangunan daerah tertinggal yang masih bertahan, adalah wajar apabila saat ini mulai diintroduksi titik masuk (entry pint) mulai dari aspek pendidikan untuk memperbaiki paradigma pembangunan sumber daya manusia ini. Yang dibangun bukan hanya aspek infrastruktur fisik dan hal-hal yang sifatnya sosial-ekonomi, tetapi juga pembangunan yang terkait program peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat dunia pendidikan.
Memang benar, bahwa aspek-aspek sandang pangan dan papan menjadi fokus kebutuhan rakyat di daerah tertinggal sekarang. Itulah inti teori lama dari Abraham Maslow tentang kebutuhan primer. Tetapi, program pemenuhan kebutuhan primer bagi masyarakat tidak akan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan tanpa dibarengi dengan proses peningkatan kapasitas SDM yang mantap, termasuk pemenuhan akses pendidikan sebagai kebutuhan dasar manusia, khususnya karena manusia adalah sebagai mahluk pembelajar. Paradigma pembangunan edukatif ini memberikan penekanan kepada upaya peningkatan kapasitas bagi semua pemangku kepentingan pendidikan, khususnya kepala sekolah beserta mitranya Komite Sekolah, yang pengurusnya sekali lagi meliputi unsur-unsur tokoh masyarakat yang seharusnya dapat menjadi agen pemberdayaan masyarakat.

D. Perencanaan Pembangunana Daerah
1. Perumusan dan penentuan tujuan;
2. Pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia;
3. Pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama.

E. Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan Daerah
1. Pemahaman daerah;
2. Penetapan visi dan misi;
3. Perumusan tujuan;
4. Mengidentifikasi strategi alternative;
5. Pengujian alternative strategi atau program;
6. Seleksi alternative dan penentuan strategi / program;
7. Penganggaran;
8. Pelaksanaan atau implementasi;
9. Monitoring dan evaluasi.

F. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
1. Akuntabilitas yaitu meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas;
2. Pengawasan yaitu meningkatnya upaya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat;
3. Efisiensi dan efektivitas yaitu menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan mengunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab;
4. Profesionalisme yaitu meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat edngan biaya yang terjangkau.



BAB 12
Hutang Luar Negeri
dan
Pembiayaan Pembangunan di Indonesia

A. Modal Asing dalam Pembangunan
Modal asing dalam pembangunan dapat dibedakan dalam tiga golongan: bantuan luar negeri, pinjaman, dan penanaman modal asing. Dana luar negeri memberikan dua sumbangan penting kepada usaha pembangunan, yaitu :
1. Sebagai suplemen kepada dana pembangunan yang tersedia di dalam negeri ;
2. Menambah aliran devisa ke dalam negeri.
Di samping itu dana luar negeri sering diikuti oleh pengembangan teknologi dan masuknya tenaga ahli. Aliran modal dari luar negeri dinamakan bantuan luar negeri apabila ia mempunyai dua cirri-ciri berikut :
1. Aliran modal yang berlaku bukan didorong oleh tujuan untuk mencari keuntungan dana ;
2. Dana tersebut diberikan kepada Negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku dalam pasar internasional.
Berdasarkan pada dua ciri tersebut, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri adalah pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang diberikan oleh pemerintah Negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam itu—seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan sebagainya. Aliran modal dari luar negeri lainnya, yaitu pinjaman dari perusahaan-perusahaan swasta dan badan-badan keuangan swasta, dan penanaman modal asing tidaklah memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai bantuan luar negeri.

B. Motivasi Negara Donor
Kegiatan memberikan bantuan luar negeri dari negara maju kepada negara berkembang dimulai pada akhir Perang Dunia II. Banyak alasan yang mendorong negara maju memberikan bantuan kepada negara berkembang. Antaralain adalah untuk membantu negara yang menerima bantuan mempercapat pembangunan ekonominya, untuk mengeratkan hubungan ekonomi dan politik antara negara yang menerima dan yang memberi, dan untuk membendung pengaruh ideology yang bertentangan dengan Negara pemberi bantuan. Dalam hubungannya dengan kebijakan pembangunan di Negara berkembang, bantuan luar negeri terutama dianalisis dan ditinjau dari sudut manfaat untuk membantu pembangunan ekonomi. Ditinjau dari sudut ini, ada dua peran utama bantuan luar negeri : mengatasi masalah kekurangan tabungan dan kekurangan mata uang asing. Kedua masalah kekurangan dana ini dinamakan masalah jurang ganda atau the two gaps problem, yaitu jurang tabungan (saving gap), yang berarti bahwa tabungan di dalam negeri tidak cukup untuk membiayai penanaman modal dan jurang mata uang asing (foreign exchange gap), berarti bahwa mata uang asing yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai impor yang diperlukan.
Dalam melaksanakan program pembangunan, biasanya negara berkembang akan menentukan tingkat pertumbuhan yang diharapkan dan tingkat penanaman modal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila tabungan yang dapat dikerahkan dari dalam negeri melebihi penanaman modal yang akan dilaksanakan, maka pembangunan dapat dilakukan tanpa bantuan luar negeri. Akan tetapi, umumnya negara berkembang tidak dapat mengadakan sebanyak yang diperlukan dan karenanya modal luar negeri perlu ditarik untuk menutupi kekurangan tersebut. Dalam keadaan seperti ini bantuan luar negeri berfungsi sebagai dana untuk menutupi jurang tabungan. Adanya bantuan luar negeri memungkinkan negara penerima bantuan melaksanakan penanaman modal yang lebih besar ketimbang yang dimungkinkan oleh tabungan dalam negeri. Dan selanjutnya penanaman modal yang lebih tinggi diharapkan akan mempercapat tingkat pertumbuhan ekonomi.

C. Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
Usaha pengerahan modal untuk pembangunan dapat dibedakan kepada pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri. Modal yang berasal dari dalam negeri berasal dari tiga sumber : tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa. Hamper semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan sukarela dan tabungan pemerintah kurang cukup untuk membiayai program pembangunan dan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan tertentu.
Kekurangan ini dapat diperoleh dan dipenuhi dari modal luar negeri. Tetapi apabila modal luar negeri tidak dapat diperoleh, atau jumlahnya masih belum dapat memenuhi keperluan tersebut, masalah itu dapat diatasi dengan memperlambat laju pembangunan atau melaksanakan program anggaran belanja Negara secara deficit ( pengeluaran Negara lebih besar daripada penerimaan). Walaupun cara ini tidak sukar dilaksanakan, karena hal demikian terutama dapat dibiayai dengan mencetak uang atau meminjam dari Bank Sentral, banyak negara enggan melakukannya. Keengganan ini disebabkan karena defisit dalam anggaran belanja negara dapat menimbulkan inflasi, yang bila tak terkendali akan memberi dampak negative pada pembangunan ekonomi.
Modal yang berasal dari luar negeri dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu bantuan luar negeri, pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan dan pinjaman luar negeri dapat bersumber dari pemerintah negara asing, badan-badan internasional atau dari pihak swasta. Sedang penanaman modal asing pada umumnya berasal dari pihak swasta. Dana dari luar negeri memungkinkan suatu negara mencapai tingkat pembanguna yang direncanakan tanpa menghadapi masalah inflasi. Maka apabila modal yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan lebih besar dari modal yang dapat dikerahkan dari dalam negeri, pengerahan modal luar negeri perlu dilaksanakan.
Disamping dapat menghindarkan masalah inflasi dan tingkat pertumbuhan yang diinginkan tetap tercapai, modal luar negeri juga mempunyai manfaat lain yaitu dapat mentransfer teknologi modern dan tenaga-tenaga ahli. Faktor ini dapat mempercepat proses modernisasi di sektor yang menerima modal asing dan mengisi kekurangan tenaga ahli yang diperlukan. Dengan demikian modal luar negeri bukan saja akan mengatasi masalah kekurangan modal untuk membiayai pembangunan, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi sebaliknya perlu pula disadari bahwa penggunaan modal asing juga mengedepankan masalah-masalah baru dalam pembangunan. Yang paling menonjol adalah masalah pembayaran kembali pinjaman atau debt-servicing problem. Banyak diantara negara berkembang ternyata tidak sanggup membayar bunga dan mengangsur pinjaman pokok yang mereka lakukan pada masa lalu.


BAB 13
Pertumbuhan Ekonomi
dalam
Konsep Pembangunan Berkelanjutan

A. Peranan Lingkungan dalam Perekonomian
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Konsep pembangunan berkelanjutan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas. Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari budaya.

B. Industrialisasi dan Pembangunan Berkelanjutan
Industrialisasi yang bermula di Inggris pada abad ke-19, telah menyebabkan memburuknya kondisi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah yang dihasilkannya. Hal ini menimbulkan kecemasan baru bagi manusia, karena selain jumlah manusia yang semakin meningkat dan keterbatasan daya dukung alam, kondisi alam juga semakin rusak.
Puncaknya adalah pada akhir abad ke-20, ketika penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara) yang semakin meningkat menimbulkan kadar gas karbondioksida dan sulfur oksida di udara meningkat, sehingga menaikkan suhu udara di bumi dan mencairkan es di kutub, sehingga akan menenggelamkan kota-kota pantai di seluruh dunia. Juga, pembakaran bahan bakar fosil menipiskan, bahkan melubangi lapisan ozon di atas kutub, yang melindungi makhluk hidup dari radiasi ultraviolet matahari.
Jika ditelusuri penyebabnya, maka industrialisasi pasti yang akan dianggap paling bertanggung jawab pada eksploitasi alam. Industrialisasi membutuhkan sumber daya. Dan, sumber daya ini didapatkan dari alam. Kapitalisme, dengan prinsip efisiensinya, menginginkan agar sumber daya dikelola secara efisien, artinya, hingga sejauh mungkin bisa dimanfaatkan. Akibatnya, lihat saja gunung Grasberg di Papua Barat, yang kini rata dengan tanah karena Freeport telah mengeruk habis mineral di dalamnya.
Tidak hanya ekstraksi kekayaan alam yang merupakan bentuk perusakan lingkungan hidup oleh kapitalisme. Bentuk lainnya yang juga penting adalah pencemaran alam oleh limbah atau sisa produksi. Dengan alasan efisiensi, segala sisa-sisa yang tidak dipergunakan oleh industri dibuang begitu saja ke luar, menimbulkan pencemaran lingkungan. Asap tebal yang membumbung dari cerobong pabrik, atau cairan kental berbau busuk yang mengalir ke dalam sungai, itulah asosiasi kita bila mendengar kata “pencemaran”. Tidak hanya itu saja, melainkan juga zat-zat yang tak terlihat, yang juga menimbulkan bahaya bagi manusia.
Jenis-jenis industri yang umumnya menimbulkan dampak pencemaran lingkungan perairan adalah industri pembuatan minyak goreng, industri oleo chemical, industri tekstil, industri minuman botol, industri pengalengan daging, industri pulp dan rayon, industri kecap, industri pengalengan buah-buahan, industri kayu lapis dan lain-lain. Industri yang menimbulkan pencemaran terhadap suara adalah industri pengecoran logam, industri pembuatan seng, industri pembuatan besi dan lain-lain.
Debu dan abu yang berterbangan dalam lingkungan pabrik seperti debu dari pabrik semen, debu pabrik batu kapur dan gas-gas beracun dari pabrik pengolahan alumunium menimbulkan polusi udara. Limbah gas ini terserap daun-daunan tanaman penduduk yang dikonsumsi manusia. Selain itu, banyak sekali sumber-sumber alam yang dikeruk sedemikian rupa sehingga ada peluang bahwa sumber-sumber itu akan habis dalam waktu dekat ini. Contoh yang paling mudah adalah minyak bumi, yang cadangannya semakin menipis, sementara itu, bahan bakar alternatif belum dikembangkan.
Begitulah, contoh bentuk-bentuk eksploitasi alam yang masih terus diperpanjang hingga nyaris tak berhingga. Jika kita gagal mengubah kebiasaan dan cara-cara lama berekonomian dengan segera, kemerosotan lingkungan hidup akan berimbas langsung pada kemerosotan ekonomi. Misalnya, degradasi lingkungan di sekitar perusahaan justru akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Perusahaan harus mengalokasikan biaya ekstra untuk memperoleh air bersih dan melakukan treatment untuk udara dan air yang tercemar.
Masalah kerusakan lingkungan di Indonesia sedikit lebih rumit. Pasalnya, Orde Baru mewariskan pemerintahan yang lemah, tidak transparan dan penuh KKN. Akibatnya, terjadi pengurasan sumberdaya alam dan perusakan lingkungan yang seterusnya memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hingga hari ini masih tampak jelas adanya konflik penggunaan sumber daya alam, dan terlalu kuatnya ego sektoral, lemahnya koordinasi dan penegakan hukum, lemahnya kepekaan SDM, dan terbatasnya dana dalam mengelolaan lingkungan hidup. Parahnya lagi atas nama upaya maksimal keluar dari krisis ekonomi, aktivitas ekonomi yang memperkosa alam seakan memperoleh pembenaran. Pelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dikorbankan atau bahkan dijadikan tumbal untuk menutup kebocoran ekonomi yang sudah demikian berat.
Tantangan lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan adalah proses desentralisasi yang menuntut agar daerah dapat lebih besar menikmati hasil eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daerah dapat termotivasi dalam arti negatif untuk mengeksploitasi terus-menerus untuk kepentingan jangka pendek. Atas nama power sharing dan desentralisasi, daerah-daerah bisa lepas kendali lalu seolah-olah bisa melakukan apa saja di wilayahnya sendiri.
Bidang yang mengalami perbenturan paling keras dengan urusan lingkungan hidup adalah ekonomi. Sebagian besar mazhab-mazhab ekonomi, mulai dari yang Marxis sampai monetarian terbukti gagal mempertemukan keperdulian lingkungan dengan kenyataan praktik berekonomi di dunia nyata.

C. Industri dan Eksternalitas dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain atau segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi.
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemikiran atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar