Selasa, 29 Desember 2009

Makalah Pembangunan Pedesaan

MAKALAH
PEMBANGUNAN PEDESAAN
DI
DESA JIMBARAN
BALI

DISUSUN OLEH :
ARIS ARISTY (30208184)
2 DD 04
MANAJEMEN KEUANGAN


UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2009 - 2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( Pembangunan Pedesaan Di Desa Serangan Bali ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.


Jakarta, Desember 2009


Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu kepariwisataan merupakan bagian yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali. (Pitana, 2003).
Keindahan alam dan kebudayaan Bali yang unik dan beranekaragam yang dituntun atau berpedoman pada falsafah Hindu dan keindahan alam menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan manca negara, wisatawan domestik maupun wisatawan nusantara. Untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di Bali, Pembangunan pariwisata di Bali selalu berdasarkan pada penerapan konsep “Tri Hita Karana”. Konsep ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Diharapkan dengan keharmonisan ini, manusia (orang yang tinggal di Bali) dapat memperoleh manfaat dalam bentuk kesejastraan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya (Darmayuda, dkk. 1991 : 6-8).
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali di kumandangakan dalam konfrensi di Stockholm pada tahun 1972. Selanjutnya konfrensi ini dikenal dengan “Stockholm Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs (WCED, 1987 : 8).
Dari kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan (segala sesuatu yang kita perlukan dan nikmati) sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Jadi dengan pola pembangunan berkelanjutan, generasi sekarang dan generasi yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini.
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan (merajegkan) keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumberdaya alam, kehidupan sosial dan ekonomi, dan budaya ke generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 9).

B. Sekilas Tentang Jimbaran
Jimbaran merupakan salah satu pantai di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Jimbaran terletak di sebelah selatan pulau Bali. Lokasinya tidak jauh dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Anda bisa mencapai jimbaran dari bandara ini sekitar 10 menit ke arah selatan bandara. Sebelum menjadi terkenal seperti saat ini, Jimbaran merupakan sebuah kampung nelayan tradisional dan pusat pasar ikan di daerah Badung. Pantai putih yang cocok untuk berjemur dan berlayar dengan perahu tradisional. Dan pada saat matahari tenggelam sambil menikmati santap malam akan menyaksikan sinar lampu hotel-hotel yang terletak di tebing-tebing sebelah selatan pantai serta menyaksikan kapal terbang yang akan turun dan mengudara di Airport Ngurah Rai.
Apa yang menarik di Jimbaran? Di Jimbaran terdapat banyak rumah makan atau restoran yang menyajikan berbagai makanan laut (seafood). Di Jimbaran juga terdapat berbagai hotel internasional. Saat menyusuri jalan di daerah Jimbaran, Anda akan melihat sederetan restoran yang menawarkan menu makanan seafood sebagai menu utama. Tentu bagi para penggemar makanan laut ataupun bagi mereka yang senang menikmati suasana laut, Jimbaran merupakan tempat yang menyenangkan.
Setelah Anda memesan makanan di salah satu restoran, Anda bisa langsung menuju pantai untuk bersantai dan melihat pemandangan laut. Apalagi jika Anda makan di sini pada sore hari, pemandangan sunset akan membuat suasana bertambah indah. Anda juga bisa menikmati alunan dari desiran ombak serta angin pantai yang menyegarkan.
Setelah makanan terhidang, Anda dapat menikmati makanan laut yang disajikan di depan meja Anda sambil menikmati pesona pantai yang indah di Jimbaran. Desiran lembut ombak dan angin di pinggir pantai Jimbaran tentunya akan menambah nafsu makan Anda. Berbagai menu makanan hasil laut tersedia di sini. Atau Anda juga dapat menikmati es kelapa yang nikmat sambil menikmati keindahan pantai Jimbaran.
Sambil menikmati makanan laut, Anda juga bisa menikmati alunan lagu dari sekelompok musisi yang berpenampilan eksentrik. Mereka akan melantunkan lagu sesuai dengan permintaan Anda. Bahkan beberapa wisatawan menyembpatkan diri berfoto dengan para musisi unik tersebut.
Banyak wisatawan dari mancanegara maupun wisatawan lokal mengunjungi Jimbaran. Daerah yang menjadi pusat pasar ikan ini memang sangat disukai oleh para wisatawan. Daerah yang menjadi sangat terkenal sejak kedatangan Lady Diana ini, memang salah satu daerah yang harus Anda kunjungi saat berlibur ke Bali.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber daya yang berkelanjutan
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
5. Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
6. Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable use).
7. Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.
8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.
10. Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

B. POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA SUKU BANGSA BALI
• Lingkungan Alam Dan Demografi
Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali. Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah – wilayah lainnya di Indonesia. Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang dihuungkan oleh selat Bali.
Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah – tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas). Propinsi Bali adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak 2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara.

• Latar Belakang Sejarah / Asal Usul
Dahulu pulau Bali disebut dengan nama “Walidwipa”, yang merupakan suatu kerajaan yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi. Pemerintahannya berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti Sakellendukirana.
Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat kerajaan Bali. Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang teguh tradisi warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat sekarang ini. Kini Bali adalah sebuah propinsi yang berada di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Hindu tetap menjadi agama mayoritas yang wariskan secara turun temurun.

• Sistem Kepercayaan / Religi
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu –Bali, akan tetapi, ada pula sebagian kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja tempat beribadah agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari klen – klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas. Sedangkan kitab suci adalah “Weda” yang bersisi tentang Arman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa.
Di Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan, terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut “Sulingih” tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya “Pedanda” untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Budha, atau “Resi” untyuk pendeta dari kalangan Satria

• Sistim Kekerabatan dan Kemasyarakatan
Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistim klen dan kasta, orang – orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami istri akan dihukum buang (Maselong) untuk beberapa lama ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang hukuman itu tidak dijalankan lagi. Perkawinan antar kasta sudah relatif banyak dilakukan.
Struktur Dadia berbeda – beda. Di desa – desa dan pegunungan, orang – orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing – masing tempat kediamannya, di desa – desa tanah datar, orang – orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di masing – masing tempat kediamannya, tempat pemujaan tersebut disebut Kemulan Taksu. Disamping itu, ada lagi kelompok kerabat yang disebut klen besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah). Mereka memuja kuil yang sama disebut kuil (pura) Pabian atau Panti.

• Teknologi Dan Mata Pencaharian
Teknologi transportasi di Bali sudah sangat memadai, misalnya transportasi darat. Disana ada bus yang dipakai untuk kendaraan pengangkut penumpang antar daerah, baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh, bahkan ada yang di pakai untuk mengangkut penumpang antar pulau. Lalu transportasi laut, ada yang disebut angkutan penyembrangan Gilimanuk Ketapang yang menghubungkan Bali dengan Jawa. Disamping itu, Bali mempunytai Bandara Internasional yang sangat baik
Umumnya mata pencaharian masyarakat Bali dibidang kesenia, sperti seni pahat, lukis, kerajinan dan lain – lain. Tetapi tidak semuanya, ada juga yang bergerak di bidang pertanian dan industri, misalnya perusahaan tenun di Denpasar

• Bahasa Dan Kesenian
Bali dalam kehidupan sehari – hari menggunakan bahasa Bali dan sasak. Bali mempunyai beraneka ragam seni tari, seperthi tari Legong yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu – lagu daerahnya pun bermacam – macam seperti mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong – Meyong, Ngusak Asik, dan lain – lain. Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional, yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok.
Rumah adatnya pun bermacam – macam seperti Gapura Candi Bentar, Bali Bengong, Balai Wanikan, Kori Agung, Kori Babetelan. Sedangkan pakaian adatnya adalah untuk pria Bali berupa ikat kepala (Destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip dipinggang belakang, kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, Stagen Songket (Merpada), selendang / senteng serta hiasan bunga emas dan kamboja (Subang, Kalung, Gelang) diatas kepala Potensi Dalam Pembangunan.
Bali mempunyai potennsi sumber daya alam dan manusia yang sangat baik, yang paling menonjol adalah objek wisatanya. Objek wisata tersebut dapat dijadikan sumber devisa (alat pembayaran utang luar negeri), dengan cara menarik sebanyak – banyaknya wisatawan mancanegara. Bukan hanya itu saja, Bali juga mempunyai hutan dan gunung yang bisa digali kekayaan alamnya. Tanahnya pun cukup baik dan subur sehingga bisa dijadikan sebagai lahan pertanian maupun lahan perkebunan, bahkan untuk perindustrian.


C. LPD Desa Adat Jimbaran Diresmikan
Bupati Bantu Rp. 25 Juta Gedung LPD Desa Adat Jimbaran yang baru selesai dibangun, Rabu (17/12) kemarin diresmikan oleh Wakil Bupati Badung Drs. I Ketut Sudikerta yang ditandai dengan pengguntingan pita. Pada peresmian tersebut, krama Desa Adat Jimbaran juga melaksanakan upacara penyucian bangunan LPD dengan upacara pecaruan dan pemelaspas. Karya ini dipuput oleh Ida Pedanda Putra Bajing Griya Telabah Denpasar serta dihadiri Anggota DPRD Badung Nyoman Sukirta, Kadis Kebudayaan IB. Anom Bhasma, Kabag Ekonomi I Nyoman Predangga, Camat Kuta Selatan Nyoman Soka, Lurah Jimbaran, perwakilan LPD-LPD se-Badung serta Krama Desa Adat Jimbaran.
Bupati Badung A.A Gde Agung dalam sambutannya yang dibacakan Wabup Sudikerta mengharapkan, dengan dilaksanakan karya ini keberadaan usaha Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai satu usaha ekonomi produktif yang berada di wilayah Jimbaran mampu berkembang demi meningkatkan pembangunan masyarakat pedesaan dan sebagai dasar tercapainya pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Untuk itu Sudikerta sangat berharap kepada pengurus LPD supaya bersikap jujur, adil tidak pilih kasih dan berpegang teguh pada peraturan yang berlaku pada saat melayani masyarakat. Demikian pula masyarakat hendaknya mengikuti peraturan dan persyaratan yang diberlakukan sehingga bisa dipastikan LPD Jimbaran kedepan terus meningkat. Sudikerta menambahkan berjalannya fungsi LPD tersebut tentunya didukung oleh kondisi LPD yang sehat. Untuk itu diperlukan pengelolaan dari pengurus yang profesional dan punya mental yang bagus & ldquo dengan dikelola oleh pengurus yang profesional maka LPD akan mampu berkembang serta tetap berada dalam kondisi yang sehat,” katanya. Pada kesempatan ini Wabup Sudikerta menyerahkan bantuan modal kepada Ketua LPD Jimbaran sebesar Rp. 25 juta dan DPRD Badung membantu Rp. 3 juta.
Ketua Panitia I Ketut Sutarja didampingi Bendesa Adat Jimbaran I Made Budiasa melaporkan LPD Desa Adat Jimbaran berdiri pada bulan September 1987 dan baru beroperasi tahun 1988 dengan modal awal dari bantuan Propinsi sebesar Rp. 4,6 Juta dan Pemda Badung sebesar Rp. 2,6 Juta. LPD Desa Adat Jimbaran memulai usaha dengan 3 bidang usaha utama yaitu Tabungan, Deposito dan Pinjaman yang dikelola oleh 3 pengurus dan 14 pegawai. Dalam perjalanan sesuai dengan harapan bersama dan berkat kepercayaan masyarakat serta kegigihan Pengurus dan Pegawai maupun badan pengawas maka LPD Desa Adat Jimbaran mengalami perkembangan baik dalam bidang usaha. Pembangunan LPD yang menghabiskan biaya sebesar 3,2 M ini mempunyai wilayah kerja yang meliputi 12 Banjar Adat, 14 Banjar Dinas dengan jumlah penduduk 23.410 jiwa / 4.075 KK terdiri dari 19.813 penduduk asli dan 924 penduduk pendatang.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi secara garis besar suku bangsa Bali merupakan suatu suku bangsa yang memiliki potensi kebudayaan yang sangat tinggi dan sebagai sumber devisa tertinggi di negara Indonesia.
Dengan memanfaatkan kebudayaan Bali tersebut diharapkan mampu membangun masyarakat Desa Jimbaran lebih maju lagi dengan membuka tempat pariwisata yang indah dan diminati oleh turis domestik maupun lokal.

B. Saran – Saran
Bali memiliki banyak kebudayaan alangkah lebih baik jika kebudayaan itu kita jaga dan lestarikan bersama sebagai citra bangsa Indonesia.

Minggu, 27 Desember 2009

Rangkuman BAB 11,12 dan 13

BAB 11
Pembangunan Daerah

A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah suatu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 20 tahun ke depan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan daerah.

B. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Daerah
Maksud penyusunan RPJP Daerah adalah :
1. Agar tersedia dokumen perencanaan yang menjadi landasan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk setiap jangka waktu lima tahunan;
2 Agar tersedia arah pembangunan jangka panjang daerah yang dapat menjadi pedoman dan acuan bagi seluruh komponen daerah (Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, Perguruan Tinggi dan lain-lain) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah dengan visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Tujuan penyusunan RPJP Daerah adalah :
1. Mengidentifikasi, menganalisis dan memprediksi kondisi umum daerah, baik berupa sumberdaya alam, ekonomi, SDM, sarana-prasarana, maupun sosial budaya dan pemerintahan;
2. Merumuskan visi, misi dan arah pembangunan dalam jangka panjang 20 tahun ke depan dan;
3. Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, toleran, transparan, partisipatif, akuntabel, berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat daerah yang beradab, berakhlak mulia, mandiri, bebas, maju dan sejahtera dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

C. Paradigma Baru Teori Pembangunan Daerah
Jika daerah tertinggal dikaitkan dengan daerah pedesaan maka jumlah penduduk di suatu pedesaan mendekati jumlah 60% di Indonesia. Jika jumlah 60% itu dijadikan alasan, maka program pembangunan daerah tertinggal pantas menjadi perhatian yang besar dari keseluruhan program pembangunan nasional. Sayangnya, orientasi pembangunan ekonomi Indonesia masih bertahan kepada paradigma trickel down effect yang menyebutkan kesejahteraan rakyat banyak terjadi karena tetesan pendapatan dari golongan pengusaha yang jumlahnya tidak lebih dari 5% dari jumlah penduduk kita. Namun, kenyataan malah menunjukkan bahwa para pengusaha memang terus menumpuk kekayaannya, tetapi ternyata kekayaan yang telah menumpuk tidak menetes kepada rakyat banyak secara adil. Dibandingkan dengan negeri jiran Malaysia, melalui dasar-dasar kebijakan ekonomi barunya, Malaysia telah mencoba memberikan kesempatan kepada para pengusaha kecil dan menengah untuk dapat meningkatkan usahanya dengan berbagai regulasi yang adil supaya kekayaan tidak hanya dimiliki oleh pengusaha besar. Sementara untuk rakyat yang tinggal di daerah pedesaan, pemerintah telah memberikan perhatian secara lebih besar melalui program pembangunan daerah pedesaan dengan satu kementerian yang dinamakan Kementerian Luar Bandar.
Sesuai dengan kekhususannya masing-masing, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus di Indonesia dapat disamakan dengan Kementerian Luar Bandar di Malaysia. Meski perhatian pemerintah pemerintah terhadap nasib warga masyarakat di daerah tertinggal dan khusus masih belum terlihat all out dilakukan oleh pemerintah, namun keberadaan Kementerian Negara Pembangunan Daaerah Tertinggal dan Khusus ini minimal dapat menjadi suara atau corong kepentingan rakyat kecil di daerah tertinggal dan daerah khusus. Lebih baik lambat daripada tidak sama sekali.
Untuk mengubah, atau minimal mendamping paradigma pembangunan daerah tertinggal yang masih bertahan, adalah wajar apabila saat ini mulai diintroduksi titik masuk (entry pint) mulai dari aspek pendidikan untuk memperbaiki paradigma pembangunan sumber daya manusia ini. Yang dibangun bukan hanya aspek infrastruktur fisik dan hal-hal yang sifatnya sosial-ekonomi, tetapi juga pembangunan yang terkait program peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat dunia pendidikan.
Memang benar, bahwa aspek-aspek sandang pangan dan papan menjadi fokus kebutuhan rakyat di daerah tertinggal sekarang. Itulah inti teori lama dari Abraham Maslow tentang kebutuhan primer. Tetapi, program pemenuhan kebutuhan primer bagi masyarakat tidak akan dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan tanpa dibarengi dengan proses peningkatan kapasitas SDM yang mantap, termasuk pemenuhan akses pendidikan sebagai kebutuhan dasar manusia, khususnya karena manusia adalah sebagai mahluk pembelajar. Paradigma pembangunan edukatif ini memberikan penekanan kepada upaya peningkatan kapasitas bagi semua pemangku kepentingan pendidikan, khususnya kepala sekolah beserta mitranya Komite Sekolah, yang pengurusnya sekali lagi meliputi unsur-unsur tokoh masyarakat yang seharusnya dapat menjadi agen pemberdayaan masyarakat.

D. Perencanaan Pembangunana Daerah
1. Perumusan dan penentuan tujuan;
2. Pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia;
3. Pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama.

E. Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan Daerah
1. Pemahaman daerah;
2. Penetapan visi dan misi;
3. Perumusan tujuan;
4. Mengidentifikasi strategi alternative;
5. Pengujian alternative strategi atau program;
6. Seleksi alternative dan penentuan strategi / program;
7. Penganggaran;
8. Pelaksanaan atau implementasi;
9. Monitoring dan evaluasi.

F. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
1. Akuntabilitas yaitu meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas;
2. Pengawasan yaitu meningkatnya upaya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat;
3. Efisiensi dan efektivitas yaitu menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan mengunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab;
4. Profesionalisme yaitu meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat edngan biaya yang terjangkau.



BAB 12
Hutang Luar Negeri
dan
Pembiayaan Pembangunan di Indonesia

A. Modal Asing dalam Pembangunan
Modal asing dalam pembangunan dapat dibedakan dalam tiga golongan: bantuan luar negeri, pinjaman, dan penanaman modal asing. Dana luar negeri memberikan dua sumbangan penting kepada usaha pembangunan, yaitu :
1. Sebagai suplemen kepada dana pembangunan yang tersedia di dalam negeri ;
2. Menambah aliran devisa ke dalam negeri.
Di samping itu dana luar negeri sering diikuti oleh pengembangan teknologi dan masuknya tenaga ahli. Aliran modal dari luar negeri dinamakan bantuan luar negeri apabila ia mempunyai dua cirri-ciri berikut :
1. Aliran modal yang berlaku bukan didorong oleh tujuan untuk mencari keuntungan dana ;
2. Dana tersebut diberikan kepada Negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku dalam pasar internasional.
Berdasarkan pada dua ciri tersebut, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri adalah pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang diberikan oleh pemerintah Negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam itu—seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan sebagainya. Aliran modal dari luar negeri lainnya, yaitu pinjaman dari perusahaan-perusahaan swasta dan badan-badan keuangan swasta, dan penanaman modal asing tidaklah memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai bantuan luar negeri.

B. Motivasi Negara Donor
Kegiatan memberikan bantuan luar negeri dari negara maju kepada negara berkembang dimulai pada akhir Perang Dunia II. Banyak alasan yang mendorong negara maju memberikan bantuan kepada negara berkembang. Antaralain adalah untuk membantu negara yang menerima bantuan mempercapat pembangunan ekonominya, untuk mengeratkan hubungan ekonomi dan politik antara negara yang menerima dan yang memberi, dan untuk membendung pengaruh ideology yang bertentangan dengan Negara pemberi bantuan. Dalam hubungannya dengan kebijakan pembangunan di Negara berkembang, bantuan luar negeri terutama dianalisis dan ditinjau dari sudut manfaat untuk membantu pembangunan ekonomi. Ditinjau dari sudut ini, ada dua peran utama bantuan luar negeri : mengatasi masalah kekurangan tabungan dan kekurangan mata uang asing. Kedua masalah kekurangan dana ini dinamakan masalah jurang ganda atau the two gaps problem, yaitu jurang tabungan (saving gap), yang berarti bahwa tabungan di dalam negeri tidak cukup untuk membiayai penanaman modal dan jurang mata uang asing (foreign exchange gap), berarti bahwa mata uang asing yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai impor yang diperlukan.
Dalam melaksanakan program pembangunan, biasanya negara berkembang akan menentukan tingkat pertumbuhan yang diharapkan dan tingkat penanaman modal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila tabungan yang dapat dikerahkan dari dalam negeri melebihi penanaman modal yang akan dilaksanakan, maka pembangunan dapat dilakukan tanpa bantuan luar negeri. Akan tetapi, umumnya negara berkembang tidak dapat mengadakan sebanyak yang diperlukan dan karenanya modal luar negeri perlu ditarik untuk menutupi kekurangan tersebut. Dalam keadaan seperti ini bantuan luar negeri berfungsi sebagai dana untuk menutupi jurang tabungan. Adanya bantuan luar negeri memungkinkan negara penerima bantuan melaksanakan penanaman modal yang lebih besar ketimbang yang dimungkinkan oleh tabungan dalam negeri. Dan selanjutnya penanaman modal yang lebih tinggi diharapkan akan mempercapat tingkat pertumbuhan ekonomi.

C. Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
Usaha pengerahan modal untuk pembangunan dapat dibedakan kepada pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri. Modal yang berasal dari dalam negeri berasal dari tiga sumber : tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa. Hamper semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan sukarela dan tabungan pemerintah kurang cukup untuk membiayai program pembangunan dan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan tertentu.
Kekurangan ini dapat diperoleh dan dipenuhi dari modal luar negeri. Tetapi apabila modal luar negeri tidak dapat diperoleh, atau jumlahnya masih belum dapat memenuhi keperluan tersebut, masalah itu dapat diatasi dengan memperlambat laju pembangunan atau melaksanakan program anggaran belanja Negara secara deficit ( pengeluaran Negara lebih besar daripada penerimaan). Walaupun cara ini tidak sukar dilaksanakan, karena hal demikian terutama dapat dibiayai dengan mencetak uang atau meminjam dari Bank Sentral, banyak negara enggan melakukannya. Keengganan ini disebabkan karena defisit dalam anggaran belanja negara dapat menimbulkan inflasi, yang bila tak terkendali akan memberi dampak negative pada pembangunan ekonomi.
Modal yang berasal dari luar negeri dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu bantuan luar negeri, pinjaman luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan dan pinjaman luar negeri dapat bersumber dari pemerintah negara asing, badan-badan internasional atau dari pihak swasta. Sedang penanaman modal asing pada umumnya berasal dari pihak swasta. Dana dari luar negeri memungkinkan suatu negara mencapai tingkat pembanguna yang direncanakan tanpa menghadapi masalah inflasi. Maka apabila modal yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan lebih besar dari modal yang dapat dikerahkan dari dalam negeri, pengerahan modal luar negeri perlu dilaksanakan.
Disamping dapat menghindarkan masalah inflasi dan tingkat pertumbuhan yang diinginkan tetap tercapai, modal luar negeri juga mempunyai manfaat lain yaitu dapat mentransfer teknologi modern dan tenaga-tenaga ahli. Faktor ini dapat mempercepat proses modernisasi di sektor yang menerima modal asing dan mengisi kekurangan tenaga ahli yang diperlukan. Dengan demikian modal luar negeri bukan saja akan mengatasi masalah kekurangan modal untuk membiayai pembangunan, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi sebaliknya perlu pula disadari bahwa penggunaan modal asing juga mengedepankan masalah-masalah baru dalam pembangunan. Yang paling menonjol adalah masalah pembayaran kembali pinjaman atau debt-servicing problem. Banyak diantara negara berkembang ternyata tidak sanggup membayar bunga dan mengangsur pinjaman pokok yang mereka lakukan pada masa lalu.


BAB 13
Pertumbuhan Ekonomi
dalam
Konsep Pembangunan Berkelanjutan

A. Peranan Lingkungan dalam Perekonomian
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Konsep pembangunan berkelanjutan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas. Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari budaya.

B. Industrialisasi dan Pembangunan Berkelanjutan
Industrialisasi yang bermula di Inggris pada abad ke-19, telah menyebabkan memburuknya kondisi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah yang dihasilkannya. Hal ini menimbulkan kecemasan baru bagi manusia, karena selain jumlah manusia yang semakin meningkat dan keterbatasan daya dukung alam, kondisi alam juga semakin rusak.
Puncaknya adalah pada akhir abad ke-20, ketika penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batu bara) yang semakin meningkat menimbulkan kadar gas karbondioksida dan sulfur oksida di udara meningkat, sehingga menaikkan suhu udara di bumi dan mencairkan es di kutub, sehingga akan menenggelamkan kota-kota pantai di seluruh dunia. Juga, pembakaran bahan bakar fosil menipiskan, bahkan melubangi lapisan ozon di atas kutub, yang melindungi makhluk hidup dari radiasi ultraviolet matahari.
Jika ditelusuri penyebabnya, maka industrialisasi pasti yang akan dianggap paling bertanggung jawab pada eksploitasi alam. Industrialisasi membutuhkan sumber daya. Dan, sumber daya ini didapatkan dari alam. Kapitalisme, dengan prinsip efisiensinya, menginginkan agar sumber daya dikelola secara efisien, artinya, hingga sejauh mungkin bisa dimanfaatkan. Akibatnya, lihat saja gunung Grasberg di Papua Barat, yang kini rata dengan tanah karena Freeport telah mengeruk habis mineral di dalamnya.
Tidak hanya ekstraksi kekayaan alam yang merupakan bentuk perusakan lingkungan hidup oleh kapitalisme. Bentuk lainnya yang juga penting adalah pencemaran alam oleh limbah atau sisa produksi. Dengan alasan efisiensi, segala sisa-sisa yang tidak dipergunakan oleh industri dibuang begitu saja ke luar, menimbulkan pencemaran lingkungan. Asap tebal yang membumbung dari cerobong pabrik, atau cairan kental berbau busuk yang mengalir ke dalam sungai, itulah asosiasi kita bila mendengar kata “pencemaran”. Tidak hanya itu saja, melainkan juga zat-zat yang tak terlihat, yang juga menimbulkan bahaya bagi manusia.
Jenis-jenis industri yang umumnya menimbulkan dampak pencemaran lingkungan perairan adalah industri pembuatan minyak goreng, industri oleo chemical, industri tekstil, industri minuman botol, industri pengalengan daging, industri pulp dan rayon, industri kecap, industri pengalengan buah-buahan, industri kayu lapis dan lain-lain. Industri yang menimbulkan pencemaran terhadap suara adalah industri pengecoran logam, industri pembuatan seng, industri pembuatan besi dan lain-lain.
Debu dan abu yang berterbangan dalam lingkungan pabrik seperti debu dari pabrik semen, debu pabrik batu kapur dan gas-gas beracun dari pabrik pengolahan alumunium menimbulkan polusi udara. Limbah gas ini terserap daun-daunan tanaman penduduk yang dikonsumsi manusia. Selain itu, banyak sekali sumber-sumber alam yang dikeruk sedemikian rupa sehingga ada peluang bahwa sumber-sumber itu akan habis dalam waktu dekat ini. Contoh yang paling mudah adalah minyak bumi, yang cadangannya semakin menipis, sementara itu, bahan bakar alternatif belum dikembangkan.
Begitulah, contoh bentuk-bentuk eksploitasi alam yang masih terus diperpanjang hingga nyaris tak berhingga. Jika kita gagal mengubah kebiasaan dan cara-cara lama berekonomian dengan segera, kemerosotan lingkungan hidup akan berimbas langsung pada kemerosotan ekonomi. Misalnya, degradasi lingkungan di sekitar perusahaan justru akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Perusahaan harus mengalokasikan biaya ekstra untuk memperoleh air bersih dan melakukan treatment untuk udara dan air yang tercemar.
Masalah kerusakan lingkungan di Indonesia sedikit lebih rumit. Pasalnya, Orde Baru mewariskan pemerintahan yang lemah, tidak transparan dan penuh KKN. Akibatnya, terjadi pengurasan sumberdaya alam dan perusakan lingkungan yang seterusnya memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hingga hari ini masih tampak jelas adanya konflik penggunaan sumber daya alam, dan terlalu kuatnya ego sektoral, lemahnya koordinasi dan penegakan hukum, lemahnya kepekaan SDM, dan terbatasnya dana dalam mengelolaan lingkungan hidup. Parahnya lagi atas nama upaya maksimal keluar dari krisis ekonomi, aktivitas ekonomi yang memperkosa alam seakan memperoleh pembenaran. Pelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dikorbankan atau bahkan dijadikan tumbal untuk menutup kebocoran ekonomi yang sudah demikian berat.
Tantangan lainnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan adalah proses desentralisasi yang menuntut agar daerah dapat lebih besar menikmati hasil eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan. Daerah dapat termotivasi dalam arti negatif untuk mengeksploitasi terus-menerus untuk kepentingan jangka pendek. Atas nama power sharing dan desentralisasi, daerah-daerah bisa lepas kendali lalu seolah-olah bisa melakukan apa saja di wilayahnya sendiri.
Bidang yang mengalami perbenturan paling keras dengan urusan lingkungan hidup adalah ekonomi. Sebagian besar mazhab-mazhab ekonomi, mulai dari yang Marxis sampai monetarian terbukti gagal mempertemukan keperdulian lingkungan dengan kenyataan praktik berekonomi di dunia nyata.

C. Industri dan Eksternalitas dalam Pembangunan Berkelanjutan
Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain atau segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi.
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemikiran atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.